“Kami
jelaskan apa tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang
tidak percaya pada slogan-slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari
hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara
sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia bersama
rakyatnya dari dekat. Pertumbuha jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula
pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.” (Soe Hok Gie, 16
Desember 1969)
Soe Hok Gie lahir pada tanggal 17 Desember 1942, adik
dari seorang sosiolog Arif Budiman. Catatn harian Gie sejak 4 Maret 1957 sampai
dengan 8 Desember 1969 dibukukan tahun 1983 oleh LP3ES ke dalam sebua buku yang
berjudul “Catatan Seorang Demonstran”.
Ia
adalah seorang anak muda yang berpandirian teguh dalam memegang prinsipnya. Ia
juga dikenal sebagai pemuda yang kritis. Sifat intelektual Soe Hok Gie sudah
terlihat sejak remaja. Umur 14 tahun ia sudah membaca buku karya Bandhi,
Tagore(Rabindranath Tagore, filsuf India), padahal mungkin remaja-remaja
seumuran dia butuh waktu yang sangat lama untuk memahami isi buku seperti itu.
Ketika anak-anak sebayanya asik mengejar layangan, Gie malah nongkrong diatap
genting rumah. Matanya menerawang jauh, seperti mencoba menyelami buku-buku
yang dibacanya.
Setelah
lulus dari SMA Kanisius, Gie melanjutkan kuliah ke Universitas Indonesia pada
tahun 1961. Di masa kuliah inilah Gie menjadi aktifis kemahasiswaan. Banyak
yang meyakini gerakan Gie berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan
termasuk orang pertama yang mengkritik tajam sezim Orde Baru. Selain itu juga
Gie ikut mendirikan Mapala UI. Salah satu kegiatan pentingnya adalah naik
gunung. Bersama Mapala UI Gie berencana menakhlukkan Gunung Semeru yang
tingginya 3676 mdpl.
Pada
saat memimpin pendakian Gunung Slamet 3442 mdpl, ia mengutip Walt Whitman dalam
catatan hariannya,
“Now
I see the secret of the making of the
best person. It is to grow in the open air to eat and sleep with the earth.”
Pemikiran
dan sepak terjangya tercatat dalam catatan harianya. Pikiran-pukiranya tentang
kemanusiaan, tentang hidup, cinta, dan juga kematian. Tahun 1969 Gie lulus dan
meneruskan menjadi dosen di almamaternya.
Tanggal
16 Desember 1969, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke 27, Soe Hok Gie tewas
bersama Idhan Lubis saat turun dari puncak Gunung Semeru karena menghirup uap
beracun. Abu jenazahnya ditebar di antara bunga-bunga Edelweiss di lembah
Mandalawangi di Puncak Gunung Pangrango. Di tempat itu Gie biasa merenung.
Beberapa quote yang diambil dari catatan hariannya Gie:“Seorang filsuf Yunani pernah menulis … nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”
“Kehidupan
sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang
dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan
kehidupan kasar dan keras … diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau
berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil … orang-orang seperti kita
ini tidak pantas mati di tempat tidur.”
“Yang
paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba
hati, dapat merasai kedukaan…”
Selain
Catatan Seorang Demonstran, buku lain yang ditulis Soe Hok Gie adalah Zaman
Peralihan, Di Bawah Lentera Merah dan
Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan serta riset ilmiah DR. John Maxwell Soe
Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani.
0 comments to "BIOGRAFI SOE HOK GIE"
Powered by Blogger.
Post a Comment